Artikel

Maraknya Kasus Bullying di Sekolah, Dosen Psikologi UMSurabaya Ajak Guru dan Orang Tua Murid Lebih Waspada

  • Di Publikasikan Pada: 08 Jan 2024
  • Oleh: Admin

    Undang-undang Tindak Perundungan (Bullying) salah satu diantaranya melakukan perbuatan yang melanggar kesusilaan terhadap orang lain tanpa persetujuannya. Diatur dalam Pasal 335 KUHP dengan ancaman pidana penjara maksimal 2 tahun 8 bulan saat ini dijadikan regulasi dalam menangani kasus perundungan termasuk yang saat ini banyak terjadi di sekolah-sekolah dasar dan menengah. Kasus perundungan ini masih marak terjadi baik di tempat umum, rumah, hingga sekolah.


    Berkenaan dengan hal tersebut, beberapa Dosen Psikologi Universitas Muhammadiyah Surabaya diantaranya Dr. Wiwik J. Prihastiwi, M.Si, Agus Poerwanto, S.Psi., M.Kes dan Imtihanatul Ma’isyatuts Tsalitsah, S.Ud, M.Pd, dalam seminar bertajuk "PSIKOEDUKASI : Kekerasan dan Pengasuhan Positif di Era Digitalisasi" di SMP Negeri 02 Surabaya dalam program Pemerintah Surabaya yakni Program Sekolah Idaman (Iklim Damai & Aman) mengajak Guru dan Orang tua murid untuk lebih waspada dalam mengasuh dan mendidik anak-anak di era digitalisasi.

    Dr. Wiwik mengatakan potensi perundungan bisa terjadi kapan saja dan di mana saja bahkan pada siapa saja termasuk anak-anak kita. Hal yang penting diketahui oleh Guru dan Orang tua murid juga bahwa penyebab paling banyak kasus perundungan tidak lain adalah karena perilaku dari pelaku yang seringkali berasal dari keluarga yang bermasalah seperti orang tua yang sering menghukum anaknya secara berlebihan, atau situasi rumah yang penuh stress, agresi, dan permusuhan. Hal tersebut yang menyebabkan anak melakukan perundungan kepada orang lain diluar rumah sebagai cara mereka untuk melampiaskan rasa marah dan emosinya.

Mereka melakukan aksinya terhadap korban tanpa memandang status. Korban perundungan bisa berasal dari beragam latar belakang keluarga, ras, umur, dan lainnya. Dan memberikan dampak yang buruk bagi kesehatan mental mereka.

"Dalam kegiatan disekolah seringkali terjadi perundungan antar murid terutama pada mereka yang terlihat lemah dari segi fisik maupun akademik. Maka untuk mencegah terjadinya Bullying ini kita harus memaparkan materi tentang Kekerasan dan Pengasuhan Positif di Era Digitalisasi pada Guru dan Orang tua Murid." ungkap Agus Poerwanto, S.Psi., M.Kes dalam seminar tersebut, dikutip pada Kamis (21/12/2023).

Apa Itu Pola Asuh ?

    Dr. Wiwik menyebutkan Pola Asuh adalah Proses interaksi antara orang tua dan anak dalam mendukung tumbuh kembang anak agar optimal. Disini orang tua menjadi pemeran utama dalam keberhasilan pola asuh yang Positif terhadap anak. Pola asuh bisa dilakukan dengan beberapa cara yaitu : 

  1. Pengasuhan berdasarkan kasih sayang, saling menghargai, membangun hubungan yang hangat antara anak dan orang tua, serta menstimulasi tumbuh kembang anak agar anak tumbuh dan berkembang optimal.
  2. Pengasuhan yang menggunakan pendekatan dengan mengedepankan penghargaan, pemenuhan dan perlindungan hak anak, juga mengedepankan kepentingan terbaik anak.
  3. Upaya untuk memberikan lingkungan yang bersahabat, ramah anak tanpa kekerasan.

Mengapa Penting Melakukan Pengasuhan Positif ?

    Agus Poerwanto menyatakan tentang betapa pentingnya melakukan pola asuh positif. Hal ini bertujuan untuk meningkatkan kualitas interaksi anak dengan orang tua, mengoptimalkan tumbuh kembang anak, mencegah perilaku-perilaku menyimpang seperti bullying, perundungan, pelecehan seksual, kenakalan remaja, dan juga untuk mendeteksi kelainan tumbuh kembang anak.


    Mengenai Digital Parenting, menjadi orang tua pendidik di era teknologi yang super canggih ini, Imtihan juga menyampaikan pentingnya menjadi orang tua pembelajar yang terus update dan melek teknologi agar tak ketinggalan dengan informasi dan apa saja yang kerap terjadi pada anak-anak di dunia maya. Imtihan memberikan 9 tips untuk para orang tua murid yang hadir bagaimana menjadi orang tua cerdas mendidik anak di era Digitalisasi. Yang pertama, selalu bersikap antusias dengan berbagai hal yang berkaitan dengan dunia digital anak. Kedua, jangan memberikan fasilitas Gadget tanpa pendampingan Orang tua. Berikan gedget saat anak usia remaja dan berikan jadwal yang jelas dalam penggunaan gedget. Ketiga, bekali anak untuk dapat survive di masa depan melalui berbagai hal informasi di internet. Keempat, Smart parents perlu belajar untuk menjelajahi dunia digital saat ini khususnya dunia digital anak tanpa mengurangi kualitas komunikasi dan perjumpaan dengan anak. Kelima, Tanamkan komunikasi efektif anak dalam berinteraksi di dunia maya, bisa dengan cara memanfaatkan tayangan-tayangan di internet untuk berdiskusi. Keenam, Ajarkan dan terapkan pada anak pendidikan Agama sedari dini sebagai pedoman hidupnya. Ketujuh, Mulailah mencari tahu bakat dan minat anak sedari kecil lalu arahkan bakat sesuai minat anak. (Olahraga, musik, dll). Kedelapan, Hindari pemikiran bahwa gadget dapat menjadi pengganti sarana pemberian kasih sayang dan perhatian orang tua ke anak. Kesembilan, jadilah sahabat sekaligus role model yang bijak dan menyenangkan bagi anak.


    Sebagai penutup Imtihan memberikan closing statement dari pesan populer Ali bin Abi Thalib RA. “Didiklah anak-anakmu sesuai dengan zamannya, karena mereka hidup bukan di zamanmu” Bahwa orang tua tidak harus selalunya memberikan pola asuh sesuai dengan zamannya, bahkan mengikuti semua detail perkembangan zaman, akan tetapi orang tua perlu juga memetakan baik buruknya di setiap zamannya, manfaatnya atau bahkan ancamannya.