Artikel

Iman dan Pluralitas, Membangun Kerukunan Umat Beragama di Tengah Pluralitas Indonesia.

  • Di Publikasikan Pada: 03 Jan 2025
  • Oleh: Admin
  • 5694

Iman dan Pluralitas, Membangun Kerukunan Umat Beragama di Tengah Pluralitas Indonesia.

Universitas Widya Kartika Surabaya menggelar kuliah tamu bertema Iman dan Pluralitas dengan menghadirkan dua tokoh agama sebagai narasumber utama, yaitu Romo Timotheus Siga, Pastor Keuskupan Surabaya sekaligus Anggota FKUB Surabaya dari kalangan Kristen dan Imtihanatul Ma'isyatuts Tsalitsah, S.Ud., M.Pd. Dosen Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Surabaya dari kalangan Islam. Acara ini dimoderatori oleh Dr. F. Priyo Suprobo, S.T., M.T (GP), Rektor Universitas Widya Kartika Surabaya.

Kuliah tamu yang digelar pada Kamis, 21 November 2024 ini bertujuan untuk menggali pemahaman tentang pluralisme dan kerukunan umat beragama di kalangan mahasiswa dan masyarakat. Dalam sesi diskusi, kedua narasumber membahas berbagai aspek penting terkait dengan toleransi beragama, tantangan yang dihadapi dalam menjaga kerukunan, serta peran negara dan pendidikan dalam memupuk rasa saling menghormati antar umat beragama.

Pluralisme di Indonesia: Membangun Kerukunan Umat Beragama

Dr. F. Priyo Suprobo, S.T., M.T (GP), mengawali diskusi dengan menceritakan fenomena pluralitas di Indonesia yang merujuk pada keberagaman yang ada dalam suatu masyarakat. Ini adalah fakta sosial yang menggambarkan kenyataan bahwa masyarakat terdiri dari berbagai kelompok, seperti kelompok agama, etnis, bahasa, budaya, dan pandangan hidup yang berbeda-beda. Lalu beliau mempertanyakan bagaimana pandangan Agama Islam dan Kristen melihat adanya fenomena ini, dan bagaimana kita bisa membangun kerukunan umat beragama di tengah keberagaman yang ada di Indonesia? Imtihanatul Ma'isyatuts Tsalitsah mengutip dua ayat dari Al-Qur’an yakni Al-Maidah :48 dan Al-Hujurot :13. Ia menyatakan bahwa memahami adanya Pluralisme tentunya sudah menjadi salah satu ketentuan yang Allah ciptakan. Sekiranya Allah SWT menghendaki, niscaya kita dijadikan-Nya satu umat saja, tetapi Allah hendak menguji kita terhadap pemberian-Nya. Dia menciptakan manusia yang berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya saling mengenal. “Sehingga menerima Pluralisme sebagai sebuah fenomena yang harus kita kelola dengan baik dan bijak adalah sebuah sikap dalam beriman. Namun Islam sebagai Rahmatan lil’alamin tidak lantas menyatakan bahwa semua agama adalah sama, namun lebih kepada bagaimana memperlakukan semua umat beragama dengan cara yang sama”. Ujar Imtihan.

Baru satu pertanyaan yang diajukan oleh moderator, ternyata jawaban dari kedua narasumber ini memancing banyak sekali pertanyaan yang disampaikan oleh para audiens terutama dari kalangan Mahasiswa Universitas Widya Kartika dan Universitas Muhammadiyah Surabaya. Berikut rangkuman dari kuliah tamu yang dapat kami sajikan.

Peran Masing-Masing Agama dalam Mewujudkan Kerukunan

Romo Timotheus Siga menyatakan bahwa setiap agama memiliki ajaran yang mengedepankan kasih sayang dan perdamaian. Ia menegaskan bahwa peran agama dalam membangun kerukunan sangat penting, bukan hanya di tingkat individu, tetapi juga dalam masyarakat. Menurutnya, agama seharusnya menjadi sumber inspirasi bagi umat untuk hidup rukun meskipun ada perbedaan.

"Agama harus menjadi sarana untuk membangun kedamaian, bukan memecah belah. Kita harus menumbuhkan sikap saling menghormati, dan ini dimulai dari tokoh agama yang menjadi teladan dalam kehidupan sehari-hari," tuturnya.

Tantangan Terbesar dalam Membangun Kerukunan: Intoleransi, Radikalisme, dan Hoaks

Salah satu topik yang hangat dipertanyakan adalah tantangan yang dihadapi dalam menjaga kerukunan umat beragama, khususnya di tengah maraknya intoleransi, radikalisme, dan penyebaran hoaks. Imtihan menegaskan pentingnya memperkuat literasi media dan pemahaman yang benar tentang ajaran agama untuk mengatasi masalah ini.

"Kita perlu lebih kritis dalam menerima informasi yang beredar, terutama yang berkaitan dengan isu-isu agama. Hoaks dapat memicu permusuhan antar umat beragama jadi harus disikapi dengan pola sikap, pola fikir, dan pola praktik yang benar, " Ungkapnya.

Romo Timotheus Siga menambahkan bahwa radikalisme sering kali muncul karena pemahaman yang sempit terhadap agama. Oleh karena itu, ia mengajak umat beragama untuk terus belajar dan berdialog dengan pihak lain, serta mendekatkan diri kepada ajaran-ajaran agama yang mengedepankan kedamaian.

Peran Tokoh Agama dalam Menjaga Kerukunan

Dalam sesi ini, Narasumber menggarisbawahi peran penting tokoh agama sebagai jembatan komunikasi antar umat beragama. Dr. Priyo Suprobo, yang bertindak sebagai moderator, menanyakan bagaimana seorang tokoh agama dapat berperan lebih aktif dalam meredakan ketegangan antar umat.

Imtihan menekankan bahwa tokoh agama tidak hanya sebagai pengajaran spiritual, tetapi juga sebagai pemimpin yang dapat membimbing umat untuk hidup rukun. "Tokoh agama harus menjadi contoh dalam membangun harmoni sosial dan menjadi pengayom bagi umatnya," tambahnya.

Romo Timotheus juga menyatakan bahwa tokoh agama harus membuka ruang bagi dialog antar agama. "Dialog antar agama adalah langkah pertama untuk saling memahami dan menghormati perbedaan," ujarnya.

5. Pendidikan Agama untuk Meningkatkan Toleransi

Salah satu topik penting yang juga dipertanyakan adalah bagaimana pendidikan agama di Indonesia dapat menumbuhkan sikap toleransi dan saling menghormati. Menurut Imtihan, pendidikan agama di Indonesia sudah seharusnya mengajarkan nilai-nilai universal dan berperan sebagai medium untuk menanamkan nilai-nilai toleransi melalui pendekatan holistik yang melibatkan berbagai aspek dalam diri mahasiswa.

"Dengan mengajarkan konsep ini, Pendidikan Agama membantu mahasiswa memahami bahwa sikap menghargai dan menghormati orang lain adalah bagian integral dari ajaran agama yang harus dipraktikkan dalam kehidupan sehari-hari. Sehingga mahasiswa tidak hanya belajar agama (tekstual) namun juga belajar bagaimana seharusnya beragama (Kontekstual)."  Jelasnya.

6. Peran Negara dalam Menjaga Kerukunan Umat Beragama

Terakhir, diskusi beralih pada peran negara dalam menjaga kerukunan umat beragama. Romo Timotheus menekankan bahwa negara memiliki tanggung jawab besar untuk memastikan kebebasan beragama dihormati dan konflik antar agama dapat dicegah. Ia menyarankan agar negara lebih memperkuat kebijakan yang mendukung dialog antar umat beragama dan meningkatkan pemahaman tentang pluralisme.

Imtihan juga menyatakan bahwa negara perlu mengedukasi masyarakat tentang pentingnya menjaga kerukunan dan toleransi. "Pemerintah harus mengambil peran lebih dalam menyediakan sarana untuk dialog antar umat beragama, serta menindak tegas pihak-pihak yang menyebarkan kebencian dan intoleransi," Pungkasnya.

Kesimpulan

Kuliah tamu ini menghasilkan banyak pemikiran penting tentang bagaimana membangun masyarakat Indonesia yang lebih rukun dan damai meskipun ada perbedaan agama. Para narasumber sepakat bahwa kunci untuk mewujudkan kerukunan umat beragama adalah melalui dialog, pendidikan yang menekankan nilai-nilai toleransi, serta peran aktif tokoh agama dan negara dalam menciptakan suasana yang kondusif. Acara ini tidak hanya memberikan wawasan yang berharga bagi mahasiswa Universitas Widya Kartika Surabaya dan Universitas Muhammadiyah Surabaya, tetapi juga menginspirasi semua pihak untuk terus berusaha menjaga kerukunan di tengah keberagaman yang ada.