Artikel

Bincang Inspiratif "Cegah Bullying dengan Pendidikan Karakter"

  • Di Publikasikan Pada: 16 Nov 2023
  • Oleh: Admin
  • 1659

CEGAH BULLYING DENGAN PENDIDIKAN KARAKTER

Imtihanatul Ma’isyatuts Tsalitsah, S.Ud, M.Pd

 

Seiring dengan kemajuan teknologi yang ditandai dengan terbukanya informasi, pendidikan karakter seringkali  disepelekan oleh banyak pihak saat ini. Meskipun perlaku bullying sudah terjadi sejak zaman Rasulullah, bahkan jauh sebelum Islam hadir, namun akhir-akhir ini semakin marak terjadi, baik di sekolah, di kampus hingga di tempat kerja. Terjadi dikalangan anak-anak, remaja bahkan dewasa. Kasus bullying atau perundungan di sekolah masih menjadi catatan hitam dunia pendidikan yang sulit dihapus. Berita mengenai korban bullying setiap tahun selalu muncul di pemberitaan nasional dan juga internasional. Meski berbagai upaya telah dilakukan untuk menekan angka korban bullying di sekolah. Memahami faktor pemicu perundungan dari sudut pandang pelaku terlebih dahulu, bisa menjadi langkah awal untuk mencegah kasus bullying di sekolah. Beberapa tanda seorang  siswa menjadi korban bullying diantaranya : 1. Enggan pergi ke sekolah, 2. Sering mengeluh sakit perut dan sakit kepala apalagi saat menjelang berangkat sekolah, 3. Mudah cemas dan pucat, 4. Malas berteman, cenderung menyendiri, 5. Sering ada bekas luka di tubuh siswa, 6. Sulit tidur di malam hari karena gugup, 7. Menurunnya prestasi akademik.

Setidaknya terdapat tiga faktor pemicu perundungan dari sudut pandang pelaku bullying di sekolah. Pertama, ketika pelaku memiliki masalah dalam keluarga mereka. Ketidakharmonisan sampai pola asuh orang tua di rumah, membuat anak kurang mendapat perhatian dan kasih sayang orang tua. Renggangnya komunikasi antara orang tua dan anak menjadi sebab lemahnya kontrol orang tua terhadap perilaku buah hati mereka. Kedua, lingkungan tempat mereka bermain, beraktifitas setiap harinya, teman-teman, sampai tontonan mereka, pun bisa menjadi pemicu keinginan mereka menjadi pelaku agar mendapat pengakuan dari lingkungannya. Ketiga adalah kurangnya pemahaman tentang pendidikan karakter yang dalam ajaran Islam biasa disebut pendidikan Akhlaq. Orang tua kerap kali lebih memprioritaskan kemampuan anak mereka dibidang akademik saja. Mereka seringkali menanyakan kepada anak-anak, “Berapa nilai matematikamu?”, “Sudah bisa perkalian?”, “Sudah hafal pancasila dan Undang-undang Dasar?”. Namun mereka enggan menanyakan, “Tadi diajari bu guru etika makan dan minum ya nak, kamu sudah bisa melakukannya?”, “Kamu sudah tau kewajiban jadi anak berbakti belum nak?”. Atau sekedar menanyakan, “Ibu ingin tau nak, bagaimana tadi gurumu mengajarkan cara berpakaian yang baik dan sopan?” Atau bahkan memotivasi anak-anak mereka, “Nak, Ayah dan ibu tidak akan marah kalau nilai raport-mu kurang bagus, yang penting kamu jadi anak yang shalih, tidak lupa dengan kewajiban dalam agamamu yaa.”

Dari sini dapat kita pahami begitu pentingnya peran orang tua terhadap perkembangan belajar anak-anak, yang tidak boleh begitu saja dibebankan hanya kepada guru, ustadz maupun dosen saja. Karena anak-anak adalah mesin fotocopy terbaik. Dia akan mengamati dan menirukan apa yang biasa dilakukan oleh orang tuanya. Kebiasaan seorang ayah yang suka marah dan memukul dirumah tanpa sebab yang jelas, sangat bisa menjadi pemicu sang anak melakukan hal yang sama ketika diluar rumah. Begitupun sebaliknya, kebiasaan beribadah, berbicara santun, suka bekerja keras, memuliakan istri dan anak-anak juga akan ditirukan oleh anak dimanapun mereka berada.


Bullying berbeda dengan konflik. Kalau konflik melibatkan dua individu atau lebih. Ada dua pihak yang saling menyerang, baik fisik maupun psikis. Artinya, setiap dua individu atau lebih dapat berkonflik, berselisih, atau berkelahi karena sama-sama memiliki kekuatan yang patut diadukan. Namun lain halnya dengan bullying, yang terjadi begitu saja dengan ketidakseimbangan kekuatan. Bentuknya bermacam-macam, seperti mengejek, merendahkan, meludah, menghina dengan kata-kata kotor dan keji, memukul, menendang, dan perilaku "penyerangan" lainnya.

            Dalam Islam, manusia ditempatkan sebagai makhluk yang tercipta paling mulia “Laqad khalaqnal insaana fii ahsani taqwiim”. Karenanya, hukum Islam lahir didasarkan pada spirit mengagungkan Tuhan dan memuliakan sesama dengan menjunjung tinggi nilai-nilai akhlaq dalam kehidupan. Disebutkan dalam sebuah hadits Nabi: "innamaa bu'itstu liutammima makaarimal akhlaaq" (HR. Bukhari), artinya : “Sesungguhnya aku diutus (di muka bumi) untuk menyempurnakan kemuliaan akhlaq”. Pesan utama hadits ini adalah bagaimana Islam datang untuk membimbing umat manusia untuk berpegang teguh pada etika ketuhanan yang diseimbangkan dengan etika kemanusiaan. Bullying, penindasan terhadap kaum lemah, bertindak semena-mena, dzalim, ketidakadilan gender adalah musuh Islam saat itu. Islam datang membawa keteraturan, ketertiban, menghormati harkat dan martabat manusia dengan saling menghargai antara satu dengan yang lain, menjunjung tinggi kehormatan, dan perilaku mulia lainnya. “Hai orang-orang yang beriman, janganlah suatu kaum mengolok-olok kaum yang lain (karena) boleh jadi mereka (yang diolok-olok) itu lebih baik dari mereka (yang mengolok-olok). Dan jangan pula wanita-wanita (mengolok-olok) wanita-wanita yang lain (karena) boleh jadi wanita-wanita (yang diperolok-olok) itu lebih baik dari wanita (yang mengolok-olok) dan janganlah kamu mencela dirimu sendiri”. (QS. Al-Hujuraat/49: 11).

            Demikianlah Islam begitu sempurna ajarannya tentang bagaimana memanusiakan manusia dibalik indahnya perintah-perintah ibadah kepada Tuhannya. Kesadaran penuh sebagai manusia yang menghamba kepada Tuhannya, manusia tidak memiliki kekuatan apapun untuk berhak menindas manusia lainnya karena semua manusia adalah makhluk ciptaan-Nya. Manusia sama kedudukannya dimata Allah SWT Sang Pencipta. Melalui pendidikan karakter dan keteladanan, kita berusaha menanamkan nilai-nilai karakter seperti etika, moral dan akhlaq untuk membentuk dan melatih kemampuan anak-anak secara terus-menerus guna penyempurnaan diri kearah hidup yang lebih baik, serta mendidik dan memberdayakan potensi mereka guna membangun karakter pribadinya sehingga dapat menjadi individu yang bermanfaat.