Artikel
Bincang Inspiratif
- Di Publikasikan Pada: 12 Oct 2023
- Oleh: Admin
- 2058
Perilaku bullying seringkali diartikan sebagai bagian dari perilaku agresif. Bullying dikarakteristikan dengan adanya perilaku negatif yang dilakukan secara berulang kali (baik secara fisik, verbal maupun psikologis) diarahkan secara langsung kepada korban yang akan menyakiti korban, sepanjang waktu, dan melibatkan adanya perbedaan kekuatan antara korban dan pelaku. Perbedaan perilaku bullying dengan perilaku agresi yaitu (1) kekuatan, (2) frekuensi, dan (3) adanya niat untuk menyakiti. Bullying melibatkan 3 hal: pelaku, korban, dan orang yang melihat perilaku bullying (bystanders). Perilaku bullying itu sendiri dibagi menjadi 2 kategori, bullying langsung dan tidak langsung.
Bullying yang terjadi di TK dapat mempengaruhi perilaku anak-anak pada tahap perkembangan selanjutnya. Anak yang terindikasi dan terlibat perilaku bullying, berpotensi menjadi pelaku kenakalan di usia remaja, tindakan kekerasan, dan terjebak di dalam tindakan criminal. Sebanyak 57% orang yang pernah mengalami bullying di usia kanak-kanak, saat mereka dewasa akan mengalami depresi, mempunyai harga diri yang rendah, dan kesulitan dalam hubungan interpersonal. Bullying yang terjadi di SD muncul dalam bentuk ancaman secara fisik dan verbal, pemukulan, pemalakan, panggilan dengan nama julukan yang tidak disenangi. Studi dilakukan pada siswa SD di Indonesia, 45% siswa mengaku menerima perlakuan bullying ketika berada di dalam kelas, 43% menerima perlakuan bullying pada saat istirahat. Bullying yang terjadi di SMP mempunyai faktor dominan yang membuat seseorang melakukan bullying adalah kelompok bermain remaja. Sebanyak 66,1% bullying terjadi di siswa SMP. Siswa SMP ini tidak mengerti dampak dari bullying. Mereka menganggap peristiwa ini tidak berbahaya bagi korban karena ini hanya sebuah kesenangan dan tidak menyakiti kedua belah pihak. Bullying di kalangan pelajar SMA adalah perlakuan tidak nyaman di lingkungan sekolah dengan menggunakan kekuasaan dan kekuatan yang dimiliki untuk menyakiti pelajar lainnya dalam bentuk verbal dan fisik. Bullying di SMA juga termasuk melalui social media.
Penanganan Bullying bisa menggunakan metode Support Group. Metode ini focus pada
perasaan dan bagaimana perilaku seseorang mempengaruhi orang lain. Dimulai
dengan menangani korban. Metodenya dengan tidak menghukum, karena jika
menghukum pelaku akan menyalahkan korban, mengajak orang lain mendukung
ceritanya, sehingga meningkatkan perilaku bullying. Pelaku akan menghukum
korban jika ia dihukum. Memunculkan empati dengan melibatkan teman sebaya.
Tujuannya, merubah perilaku pelaku dan bystander. Jika lingkungan sudah
berubah, pelaku tidak ada teman. TIDAK
MENDESKRIPSIKAN RINCIAN. Tidak memberikan “label” pada korban dan pelaku,
karena dengan memberikan label akan berdampak negative pada self image.
Penanganan dengan menggunakan metode ini dilakukan dengan: (1) wawancara korban dan mendampingi korban, (2) mengatur pertemuan dengan yang terlibat baik pelaku maupun bystander, (3) menjelaskan proses dan garis besar masalah, dan garis besar tujuan, (4) berbagi tanggung jawab dengan siswa yang terlibat, (5) identifikasi solusi yang bisa dilakukan bersama, (6) biarkan siswa mengambil tindakan, dan (7) bertemu mereka lagi untuk membahas apa yang sudah dilakukan dan apa yang akan dilakukan selanjutnya agar perilaku bullying tidak terulang lagi.
Perilaku bullying
seringkali terjadi di sekolah. Oleh karena itu, guru perlu diberikan
psikoedukasi mengenai penanganan bullying menggunakan metode support group tersebut agar para guru
dan orang tua lebih mengetahui tentang perilaku bullying pada anak dan
bagaimana penangananya yang tepat. (sumber: IG @omahlebahkecil)